Ada sebuah hadits yang perlu kita renungi bersama, karena hal ini menyangkut
nama baik kita di mata Allah subhanahu wa ta'ala.. Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
Sesungguhnya Allah ta'ala membenci setiap orang yang menguasai ilmu dunia
namun bodoh tentang ilmu akhirat.
Saudaraku.Apalah artinya pendidikan tinggi atau prestasi akademis yang kita
raih serta gelar yang melekat di belakang nama kita jika kita hanya menjadi
makhluk yang dibenci oleh Allah ta'ala Coba kita renungkan
Berapa tahun waktu yang kita habiskan untuk mempelajari ilmu dunia?
Lalu kita bandingkan berapa hari dalam satu tahun kita langkahkan kaki kita ke
sebuah majelis ilmu?! Marilah kita luangkan waktu untuk mengkaji firman Allah
ta'ala dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam-, kita berusaha
menguasai ilmu agama sebagaimana selama ini selama belasan tahun kita pelajari
ilmu dunia..
Ingatlah.. Pintar dalam ilmu dunia dan kosong dari ilmu akhirat
adalah sifat dasar orang-orang kafir yang telah dicela oleh Allah dalam QS. Ar
Rum ayat 7: "Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia;
sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai"
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Firaun (kepada Firaun):
"Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri
ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Firaun menjawab:
"Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup
perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka"
(QS 7:127)
Sejarah memang berulang, dan begitulah Allah memberitahu kita di dalam
Al-Qur'an agar memperhatikan sejarah, supaya minimal ada 3 sikap yang kita
dapatkan dengan mengetahui sejarah
1. tidak kaget dengan kondisi pada zaman sekarang, dan bisa berkata pada diri
sendiri "iya, wajar aja, dulu juga modusnya begitu kok",
2. menjadi jalan mencari solusi, karena sejarah pasti berulang, maka solusinya
pun sama
3. meyakini bahwa pertolongan Allah itu benar adanya, dan akan berulang pada
kejadian yang sama, maka tugas kita menjadikan diri kita layak ditolong Allah
Sama seperti ayat yang saya tuliskan diatas, terjadi pula saat ini.
Tuduhan-tuduhan senantiasa dialamatkan pada pengemban dakwah, tuduhan apapun,
klaim apapun, walau sangat tidak masuk akal dan tidak relevan, ditujukan pada
pengemban dakwah, salah satunya adalah bahwa dakwah ini akan "memecah
belah" negeri atau "merusak negeri".
Itulah yang dituduhkan Fir'aun dan pembesarnya pada Musa dan dakwahnya,
itu pula yang dituduhkan Quraisy jahiliyah kepada Nabi Muhammad dan
pengikutnya. Bahwa mereka membawa sesuatu yang baru yang berbeda dengan
kebiasaan dan keyakinan lama, yang mengambil hati masyarakat, lalu dengan itu
status quo menjadi khawatir bahwa ide-ide rusak mereka tak mampu bertahan, maka
dilakukanlah upaya kekerasan dan propaganda negatif
Sejarah pasti berulang, maka ambillah pelajaran bila hari ini kita
melihat segelintir manusia mengatasnamakan status quo, mengatasnamakan nenek
moyang untuk melanjutkan ide-ide rusak dan membiarkan kedzaliman tumbuh subur atas
nama "inilah yang diperbuat nenek moyang", tradisi, kebijaksanaan
lokal atau semacamnya. Padahal disaat yang sama, mereka merusak negeri dengan
membiarkan kedzaliman nyata seperti minuman keras, prostitusi, riba,
liberalisme, pluralisme, dan sebagainya.
Ambillah pelajaran bahwa pengemban dakwah yang membawa Islam, pasti
dituduh yang bukan-bukan, dan sesungguhnya ancaman tindakan fisik dan
propaganda negatif keji itu, hanya bagian kepanikan dan keputusasaan, kekalahan
intelektual
Setiap Rasul diturunkan dengan risalah, aturan Allah untuk memperbaiki
ummat yang sudah rusak, yang sudah berpaling dari Allah Swt. Maka hakikatnya
Al-Qur'an dan As-Sunnah itu untuk memperbaiki dan memberikan kebaikan.
Maka siapa saja yang terusik manakala Al-Qur'an dan As-Sunnah
didakwahkan, maka pastilah dia bagian dari kerusakan itu. Karena bila dia tidak
termasuk kerusakan itu, tidak ada baginya alasan untuk terusik, bahkan akan
senang bila Al-Qur'an dan As-Sunnah didakwahkan