Kamis, 01 Maret 2018

Tegar di hadapan manusia, Cengeng di hadapan Allah

JANGANLAH MENJADI MANAUSIA YANG CENGENG

Kita semua sudah tahu semua dan sadar bahwa tidak ada hidup di dunia ini yang enak., yang menyenangkan, yang memuaskan. Karena semuanya tidak ada yang kekal, Adapun yang kekal hanyalah kehidupan akhirat. Di pagi hari kita dibuatnya senang, tertawa-tawa bersenandung, namun di siang harinya mulai dibuat pusing dengan segala permasalahan yang datang di hari itu. Dan di sore harinya, segala masalah, segudang persoalan belum juga terselesaikan, tahu-tahu kematian datang menimpa salah satu dari keluarganya . Kita dibuatnya menangis, karena ditinggalkan oleh orang yang kita cintai, yang kita sayangi, yang kita banggakan , yang bisa menjadi tumpuan harapan di masa depan.

Sekarang lagi musim persiapan dengan berbagai rencana utuk menghadapi perang mulut , perang argumentasi, perang janji-janji dan perang srtategi, karena di pemilihan mendatang bagaimana caranya agar bisa dimenangkan olehnya. Sampai-sampai orang yang sudah meninggalpun dibawa-bawa untuk dijual namanya, karena aku ini anaknya mantan presiden, habib anu, kyai anu, sultan anu, pangeran anu dengan dalih untuk meneruskan perjuangan apa yang telah dilakukan oleh pendahulunya. Padahal sebenarnya tidak usah berbuat seperti itu, tunjukkan saja dengan karya-karya yang nyata yang bisa dilihat mata dan bisa dirasakan oleh masyarakat luas kemaslahatan yang dia tanamkan, sehingga bisa menimbulkan simpatik orang banyak, bisa memberikan motovasi semangat hidup orang banyak, bisa mengangkat harkat, martabat dan derajat orang-orang dimana dia tinggal. Dia menjadi dirinya sendiri, asli dirinya sendiri, tidak dibuat-buat, tebentuknya secara alami. Itulah pemimpin sejati, Seorang pemimpin sejati tidak perlu resah gelisah, risau dan galau dalam situasi kondisi apapun . Akan tetapi dia akan berbuat semampunya sebaik mungkin dengan tidak menzalimi sesama, apalagi sampai mengorbankan orang lain. Setelah dia berbuat, barulah segala keputusan diserahkannya kepada Sang Ilahi Rabbi, Penguasa alam semesta ini.

Seorang pemimpin sejati tidak pernah berbuat untuk memikirkan dirinya sendiri. Akan tetapi yang dia fikirkan bagaimanakah nasib orang-orang yang dipimpinnya itu agar mereka bisa mandiri, bisa menjalani hidup dengan tidak bergantung kepada siapapun, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, bisa dan mampu menghadapi segala persoalan kehidupannya sendiri, dan bisa membaktikan dirinya kepada Sang Ibu Pertiwi, Negara Indonesia yang mereka cintai. Mereka rela mengorbankan dirinya, baik dengan harta benda yang dimilikinya, bahkan sampai nyawanyapun apabila diperlukan diberikannya, disumbangkannya demi Ibu Pertiwi yang telah memberikan kehidupan kepadanya, yang mencukupi segala kebutuhannya.

Sungguh tidaklah mudah untuk dilakukan semuanya itu, bicara memang mudah. Namun apabila tidak dimulai dari hal-hal yang kecil yang sekiranya mampu dilakukannya, kenapa harus menunggu sampai besar. Apabila hal itu baik dan benar kenapa tidak dilakukan dengan segera, jangan sampai kesempatan itu hilang lenyap berlalu begitu saja.

Allah swt adalah Tuhan Yang Maha Adil, Dia tidak pernah merugikan siapapun. Setiap manusia pasti akan diujinya sesuai dengan kadar kesanggupan atau kemampuannya. Semakin tinggi keyakinan, semakin banyak yang diinginkan maka akan semakin banyak ujian dan cobaan menerpanya bagaikan hujan badai dan gelombang pasang yang saling bersusulan menghantamnya. Dan hal itu disesuaikan dengan keinginan dan kesanggupan hambaNya. Sungguh Allah itu tidak pernah zalim kepada siapapun, akan tetapi kebanyakan manusianya saja yang banyak menzalimi dirinya sendiri.

Oleh karena itu janganlah kita menjadi manusia yang cengeng, jangan gampang emosi, protes karena apa yang didapatkan itu masih belum sesuai dengan kehendaknya. Kenapa kebanyakan mausia itu sangat pandai mengeluh di hadapan orang lain, kata katanya rapih tertata- tertiti dengan baik, sehingga membuat orang yang mendengarkan bisa sangat bersedih hati. Dengan tujuan minta dikasihani. Namun kalau Allah tidak berkehendak, maka sungguh tidak akan terjadi. Sementara keluhan yang tadi disampaikan ke orang lain malah di hadapan Allah tertutup, tidak ada yang keluar ucapan lainnya, selain ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, setelah itu sudah gak ada kata-kata lainnya.

Padahal Allah itu sangat ingin benar dipuji oleh hambaNya, disanjung, diagungkan, dimuliakan oleh hambaNya. Siapakah diantara kita yang tidak ingin dipuji, dihormati, disegani , diakui oleh orang lain, apakah kita ingin dalam hidup ini dibenci oleh orang lain, dihina, tidak dihargai, dikucilkan oleh orang lain ? Pasti tidak ada sama sekali. Allah pun sama, Dia ingin dirayu oleh hambaNya, Dia ingin dimohon oleh hambaNya, sebelum hambanya tahu Dia sudah menawarkan diri malam dan siang, “ MINTALAH KAU KEPADAKU, NISCAYA AKU BERI “ Ucapan ini bukan ucapan aku ( sang penulis ) tapi firman Allah, ucapan Allah. Lalu kenapa kita belum mau mendekatinya, malah melakukan langkah sesat dengan mendatangi kuburan2 kramat, tempat2 kramat, sampai dikhususkan harinya wajib harus datang ke tempat itu, yang ramai adalah kalau malam Jum’at Kliwon. Gak tahu itu aturan dari siapa dan dari mana datangnya, serta diambil dari kitab apa.

Marilah sejak saat ini kita buka hati kita yang selama ini telah terkunci, buka mata hati kita untuk menerima hal-hal yang nyata, bukan hal-hal yang penuh dengan hayalan, bukan hal-hal yang tidak ada kepastaiannya, bukan hal-hal yang ditambah-tambah, sehingga menjadi beban hidup yang seharusnya tidak dilakukan. Apabila di antara kita ada yang ingin jadi pemimpin, belajarlan memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu, tanamkan pada diri sifat jujur, jujur pada diri sendiri, jujur pada orang lain dan jujur pada Allah. Apabila hal ini sudah mendarah daging, maka Insya Allah apa yang diinginkan akan terwujud. Ucapannya sangat tajam tapi dipercaya, ucapannya lebih tajam dari silet, lebih tajam dari pisau cukur. Ucapannya bisa menyejukkan hati orang yang sedang resah dan gelisah, bisa menentramkan orang yang sedang galau hatinya, bisa mendamaikan pikirannya yang sedang kalut. Hal ini tidak bisa digambarkan dengan suatu cerita, akan tetapi harus dibuktikan oleh diri sendiri, bukan dengan cara keilmuan, akan tetapi secara alami. Hukum kodrat alam berkalu, siapa yang menanam, dialah yang menuai. Apabila kita menanam cabe, pastilah buahnya cabe. Tidak mungkin berbuah durian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar