Assalamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Pola
hidup sederhana itu hanya bias dilakukan oleh mereka yang telah mendapatkan
hidayah Allah swt .
Pada
umumnya bila manusia sudah diberikan harta berlimpah, diberi gelar, diberi
jabatan , diberi kedudukan oleh Allah, jarang yang kuat memegang amanat
tersebut.
Mereka
larut dengan urusan duniawinya sehingga lalai terhadap urusan akhiratnya .
Padahal
dunia ini hanyalah tempat sementara untuk menggapai rido Allah agar mendapatkan
surga-Nya .
Di
salah satu sudut Masjid Nabawi terdapat satu ruang yang kini digunakan sebagai
ruang khadimat.
Dahulu
di tempat itulah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalaam senantiasa berkumpul
bermusyawarah bersama para Shahabatnya radhiallaahu 'anhum.
Di sana Beliau SAW memberi taushiyyah, bermudzakarah, dan ta'lim.
Suatu ketika Rasulullah SAW memberikan taushiyyahnya, tiba-tiba Beliau SAW berkata,"Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki ahli surga.
"Para
Shahabat pun saling bertatapan, di sana ada Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallaahu
'anhu, Utsman bin Affan radhiallaahu 'anhu, Umar bin Khattab radhiallaahu
'anhu, dan beberapa Shahabat lainnya.
Tak lama kemudian, datanglah seorang laki-laki yang sederhana. Pakaiannya sederhana, penampilannya sederhana, wajahnya masih basah dengan air wudhu. Di tangan kirinya menenteng sandalnya yang sederhana pula.
Di
kesempatan lain, ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para Shahabatnya,
Beliau SAW pun berucap,"Sebentar lagi kalian akan melihat seorang
laki-laki ahli surga."]
Dan
laki-laki sederhana itu datang lagi, dengan keadaan yang masih tetap sama,
sederhana.
Para Shahabat yang berkumpul pun terheran-heran, siapa dengan laki-laki sederhana itu?
Bahkan hingga ketiga kalinya Rasulullah SAW mengatakan hal yang serupa.Bahwa laki-laki sederhana itu adalah seorang ahli surga.
Seorang
Shahabat, Mu'adz bin Jabbal radhiallaahu 'anhu pun merasa penasaran. Dalam
hatinya berkata: amalan apa yang dimilikinya sampai-sampai Rasulullah SAW
menyebutnya laki-laki ahli surga?
Maka Mu'adz radhiallaahu'anhu berusaha mencari tahu. Ia meminta izin untuk menginap beberapa malam di kediaman si laki-laki tersebut.
Si laki-laki pun mengizinkan. Dan mulai saat itu Mu'adz mengamati setiap amalan laki-laki tersebut.
Malam
pertama, ketika Mu'adz bangun untuk tahajud, laki-laki tersebut masih terlelap
hingga datang waktu shubuh.
Ba'da
shubuh, mereka bertilawah. Diamatinya bacaan laki-laki tersebut yang masih
terbata-bata, dan tidak begitu fasih.
Ketika
masuk waktu dhuha, Mu'adz bergegas menunaikan shalat dhuha, sementara laki-laki
itu tidak.
Keesokkannya,
Mu'adz kembali mengamati amalan laki-laki tersebut.Malam tanpa tahajjud, bacaan
tilawah terbata-bata dan tidak begitu fasih, serta di pagi harinya tidak shalat
dhuha.
Begitu pun di hari ketiga, amalan laki-laki itu masih tetap sama.
Bahkan
di hari itu Mu'adz shaum sunnah, sedangkan laki-laki itu tidak shaum sunnah.
Mu'adz
pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah SAW.
Tidak ada yang istimewa dari
amalan laki-laki itu, tetapi Beliau SAW menyebutnya sebagai laki-laki ahli
surga.
Hingga
Mu'adz pun langsung mengungkapkan keheranannya pada laki-laki itu.
"Wahai
Saudaraku, sesungguhnya Rasulullah SAW menyebut-nyebut engkau sebagai laki-laki
ahli surga.
Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang engkau
amalkan.
Engkau tidak tahajjud, bacaanmu pun tidak begitu fasih, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha, bahkan shaum sunnah pun tidak.
Engkau tidak tahajjud, bacaanmu pun tidak begitu fasih, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha, bahkan shaum sunnah pun tidak.
Lalu amal apa yang engkau
miliki sehingga Rasulullah SAW menyebutmu sebagai ahli surga?"
"Saudaraku,
aku memang belum mampu tahajjud. Bacaanku pun tidak fasih. Aku juga belum mampu
shalat dhuha. Dan aku pun belum mampu untuk shaum sunnah. Tetapi ketahuilah,
sudah beberapa minggu ini aku berusaha untuk menjaga tiga amalan yang baru
mampu aku amalkan."
"Amalan
apakah itu?"
"Pertama,
aku berusaha untuk tidak menyakiti orang lain. Sekecil apapun, aku berusaha
untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Baik itu kepada ibu bapakku, istri
dan anak-anakku, kerabatku, tetanggaku, dan semua orang yang hidup di
sekelilingku. Aku tak ingin mereka tersakiti atau bahkan tersinggung oleh
ucapan dan perbuatanku."
"Subhanallah...kemudian
apa?"
"Yang
kedua, aku berusaha untuk tidak marah dan memaafkan. Karena yang aku tahu bahwa
Rasullullah SAW tidak suka marah dan mudah memaafkan."
"Subhanallah...lalu kemudian?"
"Dan
yang terakhir, aku berusaha untuk menjaga tali shilaturrahim. Menjalin hubungan
baik dengan siapapun. Dan menyambungkan kembali tali shilaturrahim yang
terputus."
"Demi
Allah...engkau benar-benar ahli surga. Ketiga amalan yang engkau sebut itulah
amalan yang paling sulit aku amalkan."
(dari
riwayat : Abu Daud dan Ibnu Majjah)
Wallahu
a'lam bishshawwaab.
Semoga kita semua dapat melaksanakan tiga amalan tersebut, tapi bukannya menghendaki surga atau tidak mau masuk neraka. Yang kita harapkan hanyalah satu yaitu rido Allah swt .
Semoga uraian ini bermanfaat untuk kita semua. Insya Allah. Aaaaamiin.
Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar