MEMENTINGKAN DIRI
SENDIRI
Diantara sekian banyak
sifat manusia yang akan merusak amal ibadah, merusak keimanan dan keislaman
kita adalah penyakit mementingkan diri sendiri, atau mengutamakan kepentingan
golongannya sendiri, atau membuat scenario agar apa yang ditanganinya itu bisa
dipegang sendiri atau untuk mengutamakan golongannya sendiri, dan yang paling
utama adalah untuk mementingkan keluarganya sendiri, semacam membentuk dinasti
keluarga atau dinasti kelompok atau golongannya sendiri.
Apa yang telah di
uraikan tersebut sungguh amat dilarang keras dalam agama Islam, dan apabila hal
ini banyak terjadi dimana-mana sampai ke daerah-daerah berarti secara tidak
langsung sudah memberitahukan kepada kita bahwa yang sedang dialami ini
merupakan akhir zaman.
Agama Islam sebenarnya
telah menganjurkan agar setiap muslim itu selain harus memperhatikan dirinya
sendiri, juga harus memperhatikan kepentingan orang lain juga. Kenapa demikian
? Karena kita hidup di dunia itu harus bermasyarakat, harus berkumpul dengan orang
banyak untuk hidup bersama dan saling tolong menolong, hormat menghormati,
saling menghargai, saling mengingatkan dan menyempurnakan, atau saling
melengkapi.
Tujuan melakukan hal
ini adalah untuk menghilangan rasa egoisme, rasa sombong, kikir dan bakhil yang nantinya mengaharah kepada pribadi atau golongan yang tidak akan
mempedulikan kepentingan orang lain. Asalkan dirinya sudah baik, berkecukupan,
selamat dan berbahagia dianggapnya sudah selesai.
Orang lain masa bodoh,
dianggap bukan urusannya. Biarlah mereka berusaha sendiri, hidup sendiri,
menghadapi kesulitan sendiri. Apa perlunya kita menolong mereka, toh mereka
belum tentu membalas budi kepada apa yang telah kita kerjakan. Begitulah
gambaran sekilas orang yang hidupnya hanya untuk diri dan kepentingan sendiri.
Terjadinya perobahan
sikap dan sifat dimana orang-orang hanya mementingan dirinya sendiri adalah
akibat banyaknya beban dan kesibukkan yang memang mereka sengaja. Kenapa tidak
? Habis semua itu bisa dilakukan sendiri, kenapa harus minta bantan orang lain.
Andaikan orang lain membantu kan mesti dibayar, jadi sayang-sayang kalau rezki
itu diberikan ke orang lain.
Atau bisa terjadi
karena memaksakan diri untuk mencapai sesuatu yang belum tarafnya. Mereka
sehari-hari sibuk bergumul dengan pekerjaan yang kelewat berat. Akibatnya
segala yang terjadi di sekitarnya mereka tidak tahu. Atau bisa saja terjadi sebenarnya
mereka itu tahu, hanya berpura-pura tidak tahu.
Mereka sudah tidak
peduli apa faedahnya menengok orang sakit, melayat orang mati , menghadiri
walimah pernikahan, memberi nasehat orang yang baru tertimpa bencana dll.
Semuanya itu dianggapnya sudah tidak penting. Sedangkan yang penting dan
terpenting adalah hanya mengurus segala sesuatu yang sekiranya akan
mendatangkan keuntungan bagi dirinya.
Apabila kita merasa
sebagai umat Islam, maka sifat seperti ini harus dibuang juh-jauh dan diganti
dengan sifat yang mulai, seperti suka tolong menolong, memberikan petunjuk
kepada orang yang baru sesat iman, memberikan nasehat kepada orang yang
tertimpa kemalangan dsb
Rasulullah saw
bersabda, “ Laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibbu liakhihi maa yuhibbu linafsih “
yang artinya Belumlah sempurna iman seseorang dari kalian hingga kalian
mencintai saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya “ ( HR Bukhari )
Untuk mementingkan diri
sendiri ini Rasulullah pun sudah mengingatkan sejak jamannya dia hidup bahwa di
akhir zaman akan banyak orang yang di dalam kehidupan keseharianya selalu hanya
mementingan dirinya sendiri. Oleh karena itu Allah menurunkan agama Islam
adalah untuk memperbaiki akhlaq manusia.
Rasulullah saw
bersabda, “ Innaha sakatuunu ba’dii atsarotun wa amuurun tunki: tu adduunal
haqqaruu nahaa. Qaaluu yaa rasulullah kaifa ta’muru man adroka min dzalika ? Qaalal
ladzii ‘alaikum watas a luunallaahal ladzii lakum “ yang artinya , “ Sesungguhnya akan terjadi
sesudahku sifat mementingkan diri sendiri ( mengenyampingkan orang lain ) dan
berbagai perkara yang kalian mengingkarinya. Mereka ( para sahabat ) berkata, “
Wahai Rasulullah, lantas apa yang engkau perintahkan kepada kami ? “ Beliau
bersabda, “ Kalian tunaikan haq yang wajib atas kalian dan kalian minta kepada
Allah apa yang menjadi hak kalian “. (
HR Bukhari dan Muslim )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar