Senin, 03 Februari 2014

TIMBULNYA BENCANA AKIBAT ULAH MANUSIA bagian ke 2 ( Terakhir )



TIMBULNYA BENCANA AKIBAT ULAH MANUSIA  bagian ke  2 ( Terakhir )

Yang dimaksud dengan kepercayaan manusia kepada Allah sudah mulai pudar, adalah aturan main Allah dan rasulNya sudah tidak dikenal lagi, agama hanya di KTP doang sebagai tanda bukti menganut salah satu agama, akan tetapi pelaksanaannya tidak ada. Ngakunya beragama Islam namun korupsi tetap dilakukan, karena terdesak oleh kebutuhan. 

Dana proyek banyak ngocor, namun sampai ditempat tujuan tidak penuh 100% , kemana itu ? Terjadi kebocoran di setiap pos yang dilalui, dan itu tanpa kwitansi. Yang pusing siapa ? Tempat yang akan dikerjakan, pertanggung jawaban harus sama seperti yang tertera dari sumber awal. 

Mendingan kalau yang bertanggung jawab ahli matematika, dan ahli main sulap. Yang jujur hancur, mumur, lebur bahkan bisa menjadikan dirinya stress, sampai gara-gara proyek, langsung jatuh sakit dan meninggal dunia. Jadi kejujuran diganti dengan kedustaan, agama diperolok-olok, hanya sebagai kedok.

Yang dimaksud dengan budi pekerti yang luhur sudah berantakan artinya etika, tata tertib, sopan santun sudah dibuang jauh-jauh sudah dimasukkan ke kotak sampah, dan diganti dengan penyalah gunaan wewenang/kekuasaan dan penyalah gunaan keuangan ditumbuh kembangkan. Hormat terhadap yang lebih tua dan kasih sayang terhadap yang lebih mudah sudah digantikan dengan otoriter dan intimidasi.

Yang dimaksud dengan hawa nafsu angkara murka diperturutkan adalah karena mencari uangnya sangat mudah, dan hasil yang didapat lebih dari cukup, bahkan berlimpah, maka setan datang membisikkan sesuatu yang menyenangkan, lalu hawa nafsu diperturutkan, kepuasan syahwat diumbar. Banyak yang menikah dengan cara nikah sirih. 

Sunnah Rasul dibawa-bawa, apa itu ? Seorang lelaki boleh bersitri lebih dari satu tapi dibatasi sampai empat wanita. Emangnya sang lelaki akhlaqnya sudah sama dengan Rasulullah ? Secara aturan syarat pernikahan sah akan tetapi telah menzalimi istri yang pertama. Yang menikahkan mau saja karena dibayar dengan sangat memuaskan, uang lagi yang merusak manusia.

Yang dimaksud dengan hidup bebas dari aturan hukum artinya hukum rumah tangga, hukum adat, hukum agama, dan hukum pemerintah sudah diabaikan, dan digantikan dengan hukum rimba, hukum semau gue, apalagi kalau hukum sudah bisa dibeli, wah akan hancur Negara ini. Karena yang salah bisa diusahakan jadi benar dan yang benar diputer-puter agar kelihatan menjadi salah. 

Yang mencuri sandal saja dituntut dengan hukuman berapa tahun, padahal nilai atau harga sandal itu berapa ? tidak sampai 500 rebuan, sementara yang korupsi miyaran masih bisa berkeliaran. Yang mencuri pisang saja dihukum berapa tahun, sementara yang mencuri harta karun Negara berupa bahan tambang, bahan bakar masih bisa bersenang-senang.

Hal hal yang seperti inilah yang tidak disukai Allah. Apabila manusianya segera menyadari bahwa apa yang telah dilakukan selama ini ternyata salah menurut hukum Allah dan sunah RasulNya, terus segera memohon ampunan Allah, dan betobat kepadaNya, maka mungkin saja masih bisa dipertimbangkan olehNya.

 Namun apabila manusianya semakin sesat dan menyesatkan, maka jangan kaget kalau Allah akan menurunkan azab secara tiba-tiba, bisa berupa bencana alam atau bisa juga mendatangkan suatu penyakit yang susah disembuhkan. Misalnya pagi hari sehat wal’afiat, siang harinya jatuh sakit dan sore harinya meninggal. Atau bisa saja sore harinya masih tertawa-tawa, malem harinya tidur, pagi harinya nyawanya sudah melayang. 

Bisa saja seluruh penduduk itu dihabisin semuanya, tidak ada sisa sama sekali, lalu Allah gantikan dengan penghuni baru dimana si penghuni baru rido terhadap Allah dan Allah pun rido terhadap mereka.Atau bisa juga tidak dihabisin semuanya, masih ada yang disisakan beberapa orang, tujuannya untuk menjadi saksi dan bisa menyampaikan peristiwa tersebut kepada generasi mendatang, agar peristiwa yang pernah dialami tidak akan terulang kembali
.
Semoga semua ini bisa dijadikan pembelajaran, bisa dijadikan I’tibar nagi kita semua untuk disikapi, khususnya bagi sang penulis sendiri, agar jangan sampai terkena murkanya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar