Allah swt befirman di dalam QS Al
Baqarah ayat 216 yang artinya berbunyi
“
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu .dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu ; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui “ .
Melalui ayat ini Allah
memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang zaman dulu itu amat benci apabila
diperintahkan untuk berperang.
Menurut kami sampai
zaman sekarangpun manusia itu amat benci kalau disuruh berperang. Sekarang lagi
marak tawuran, demo, turun ke jalananan dengan modal keberanian yang tidak
pakai perhitungan untung ruginya, dengan membawa batu, lalu melemparkan batu
itu kepada para petugas atau apa saja yang bisa dijadikan sasaran. Jalan di
blokir, sehingga menghambat arus lalu lintas, membakar ban di tengah jalan,
seolah-olah jalan itu milik pribadinya. Mulutnya diumbar mentang-mentang pandai
bicara, mentang-mentang lidah tak bertulang dsb yang mana kegiatan itu amat
anakis, meresahkan bahkan menakutkan masyarakat.
Sekarang apakah mereka
berani gak kalau disuruh berperang yang ssungguhnya ,melawan musuh dengan
memanggul senjata dimana taruhannya nyawa. Ukurannya adalah dibunuh atau
membunuh, berani gak mereka melakukan itu. Kami kira itu membutuhkan suatu
keberanian yang luar biasa, dan keberanian itu tidak timbul begitu saja tanpa
melalui proses pendidikan kemiliteran.
Lalu Allah
memerintahkan untuk berperang di jalanNya dan Allah menjanjikan bila ada yang
mau berperang untuk menegakkan agamaNya, syiar agamaNya. Dan andaikata orang
itu meninggal, maka jaminannya adalah surga. Perang yang demikian ini masih
dianggap kecil sudah mandapat jaminan surga, apalagi kalau perang itu lebih
besar lagi yaitu memerangi hawa nafsu sendiri, pasti maninannya akan lebih dari
itu .
Kemudian manusia itu
suka mengambil keputusan singkat, tanpa melihat dari sisi yang lain, misalnya dia menyukai sesuatu, tahu-tahu
barang itu dijauhkan bahkan diambil oleh pemiliknya ( Allah ), apa yang terjadi
? Langsung marah-marah karena barang itu barang yang langka, harganya mahal,
membelinya juga dapat menabung sekian tahun dst. Ini baru dari kaca mata
dirinya sebagai manusia.
Sekarang menurut kaca
mata Allah semahal apapun barang itu adalah milikNya. Walaupun dapat dibeli
dangan harga mahal, juga uangnya adalah milikNya. Lalu mengapa aku ambil dengan
caraKu ( apakah ketinggalan, jatuh, dicuri, dirampok ) orang lain. Itu kan
hanya cara, yang jelas barang itu sudah tidak menjadi miliknya lagi. Karena
barang itu lama kelamaan akan merusak dirinya. Aku pantau selama ini ibadahnya
sudah bagus, dan gara-gara barang itu, seringkali lupa diri, dengan Aku sudah
mulai menjauh, sudah banyak lalainya dst, makanya aku cabut, aku ambil, karena
aku lebih mengetahui daripada dirinya, lebih sayang kepada dirinya. Karena
barang itu aku ambil, maka akan aku gantikan dengan barang yang lain yang
menurut Aku lebih baik buat dirinya. Hal yang seperti inilah yang jarang
dimiliki olah hamba Allah, kecuali kalau dia memang benar-benar sudah mendapat
hidayahNya, maka pasti hanya senyum simpul aja, karena pasti akan digantikan
dengan yang lebih baik lagi.
Sebaliknya bisa saja
terjadi sebaliknya sesuatu itu buruk dimata manusia. Seperti Sang Cowok ingin
mencari pendamping sebagai calon istrinya. Tahu tahu keinginannya itu dipenuhi,
lalu Allah mendatangkan seseorang buatnya, si cewek itu senang kepadanya.
Padahal menurut Allah, si cewek itu amat baik hatinya, ibadahnya bagus, berbudi
pekerti luhur, sangat sopan dan santun dengan siapapun, berjiwa penyabar,
tampang sederhana dsb. Namun apa menurut penilaian sang cowok. Waow cewek
begini sih cewek kampungan, tampangnya aja gak simpatik. Prilakunya juga
kayanya kuno banget, ntar kalau dibawa gaul pasti deh akan mematikan derajat
aku. Itulah hanya sekedar contoh, dan memang hal ini sering terjadi di kalangan
masyarakat luas.
Perlu diingat bahwa
Allah itu lebih mngetahui daripada apa yang diketahui manusia. Apakah manusia
bisa melihat apa yang ada di hati manusia, apa yang ada di benak pikiran
manusia. Tidak ada yang mampu, walaupun di tes dengan alat yang amat canggih ,
berupa test kebohongan / kejujuran. Akan tetapi Allah lebih mengetahui apa yang
ada di lubuk hati manusia yang paling dalam, se kecil apapun tdk akan
terlewatkan.
Ayat ini mengingatkan
kita agar kita jangan takabur, jangan sombong dengan apa yang telah dimiliki. Walaupun
anda merasa bahwa diri anda sudah menjadi seorang yang kaya raya, seorang
milyader, apakah semuanya itu bisa menjamin keselamatan anda di hadapan Allah.
Atau bisa juga di antara anda itu hidupnya selalu sengsara dan menderita,
apakah anda akan celaka di mata Allah ? juga belum tentu.
Oleh karena itu marilah
sejak saat ini kita jalani hidup ini, menikmati kehidupan ini , kita isi dengan
hal hal yang disukai Allah, sehingga apa yang dimiliki kita itu akan membawa
berkah dan selalu mendapat ridoNya.
Aaaamiin Ya
Rabbal “aalamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar