Assalamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Pertama, andaipun
harus marah, maka marahlah dengan cara sebagaimana
yang telah dicontohkan
oleh Rasulullah Saw..
Yaitu, marah yang benar,
tegas dan santun. Insya
Allah, marah dengan cara yang demikian akan memberikan
jalan keluar terhadap
permasalahan yang tengah dihadapi.
Kedua, bersikaplah
tawadlu dan jangan banyak keinginan.
Karena di saat kita banyak keinginan, maka
akan banyak sekali kemungkinan-kemungkinan kita akan merasakan kekecewaan
yang berlanjut kepada kemarahan. Yaitu, saat keinginan-keinginan kita
itu tidak terpenuhi.
Bukan berarti tidak boleh
memiliki keinginan. Melainkan maksudnya adalah bahwa kita harus selalu
siap menghadapi segala kemungkinan. Karena tidak setiap keinginan kita akan
terwujud. Semakin ingin dihargai, dihormati, dipuji, dikagumi, diberi balas
budi, akan semakin sering sakit hati dan ngambek.
Ketiga, ucapkanlah, “`A’udzubillahi
minasy syaithaanirrahjiim” (Aku berlindung
kepada Allah, dari godaan
syaitan yang terkutuk.).
Karena kemarahan itu adalah bentuk hasutan syaitan. Sulaiman Ibnu Sard RA.
meriwayatkan, “Pernah dua orang yang saling mencerca satu sama lain di hadapan
Rasulullah Saw.. Sementara itu, kami sedang duduk di sisi beliau. Salah
seorang dari mereka menghina yang lainnya dengan diiringi kemarahan, hingga merah
mukanya. Maka, Rasulullah Saw. bersabda,
“Aku mengetahui suatu
kalimat yang jika diucapkan olehnya (orang yang sedang marah), maka akan hilang
kemarahannya. Hendaklah dia berkata, “A’udzubillahi minasy syaithanir rajim (Aku
berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk).”
(HR. Bukhari Muslim)
Keempat, diamlah
sejenak.
Jangan bereaksi dahulu ketika amarah terasa bergejolak. Karena akhlaq itu adalah
respon spontan. Sebagai contoh, saat kita keluar dari masjid dan kita mendapati sandal
kita raib dari tempatnya, ada orang yang secara spontan langsung mengungkapkan
kejengkelan dan kemarahannya bahkan dengan kata-kata yang tidak baik.
Lebih baik
diam sejenak sembari berpikir, ah barangkali sandalnya tertukar.
Atau, oh barangkali sandalnya sedang dipinjam sebentar oleh seseorang
yang tidak
sempat memohon izin karena
mendesak dan tidak tahu siapa pemiliki sandal itu.
Atau, oh barangkali
sandalnya memang hilang berarti tanda akan punya sandal baru.
Toh, tidak mungkin jika
hal kehilangan itu menyebabkan dirinya jadi tidak punya sandal seumur hidupnya.
Rasulullah Saw.
bersabda,
“Apabila di antara kalian marah maka diamlah.”
Baginda Saw. ucapkan
sebanyak tiga kali.”
(HR. Ahmad)
Kelima, sesuai
dengan sunnah Rasulullah Saw.,
apabila kita sedang dalam keadaan marah yang tidak juga bisa reda dengan
sikap diam, maka apabila keadaan kita sedang berdiri, duduklah.
Jika dengan
duduk masih juga belum bisa reda, maka berbaringlah. Tentu saja bukan berarti harus
berbaring di sembarang tempat.
Maksudnya adalah, ketika amarah masih belum juga reda,
carilah situasi yang lebih bisa menenangkan dan menentramkan hati.
Rasulullah Saw.
bersabda,
“Jika salah seorang kalian
marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum reda
marahnya, maka hendaklah berbaring.”
(HR. Ahmad).
Hal ini karena marah dalam
keadaan berdiri lebih besar kemungkinannya untuk melakukan keburukan dan kerusakan
daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh aman daripada duduk dan
berdiri.
Keenam, ambillah
wudhu.
Air wudhu insya Allah akan menentramkan hati yang panas dibakar amarah.
Rasulullah Saw.
bersabda,
“Sesungguhnya, kemarahan
itu berasal dari syaitan. Dan syaitan tercipta dari api.
Dan sesungguhnya, api itu
dapat dipadamkan dengan air. Jika salah seorang diantara
kalian marah, maka
berwudhulah.”
(HR. Ahmad dan Abu Daud).
Semoga uraian ini bermanfaat untuk kita semua. Insya Allah .
Aaaaamiin.
Wassalamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar