Jumat, 08 November 2019

CIKAL BAKAL ISLAM DI PULAU DEWATA [ BALI ] .



Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

Raja Dalem Waturenggong berkuasa selama kurun waktu 1480-1550 .

Ketika berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur sekembalinya diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam.

Ke-40 pengawal tersebut akhirnya diizinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan tersendiri seperti halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada masa kejayaan Majapahit.

Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan Gelgel menempati satu pemukiman dan membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadan umat Islam tertua di Pulau Dewata.

H. Mulyono, mantan asisten sekretaris daerah Bali itu menambahkan, hal yang sama juga terjadi pada komunitas muslim yang tersebar di Banjar Saren Jawa di wilayah Desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon, kelurahan Serangan (Kota Denpasar), Pegayaman (Buleleng) dan Loloan (Jembrana).

Masing-masing komunitas itu membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menjadi satu kesatuan muslim yang utuh.

Demikian pula dalam pembangunan masjid sejak abad XIV hingga sekarang mengalami akulturasi dengan unsur arsitektur tradisional Bali atau menyerupai stil wantilan.

Akulturasi dua unsur seni yang diwujudkan dalam pembangunan masjid menjadikan tempat suci umat Islam di di Bali tampak beda dengan bangunan masjid di Jawa maupun daerah lainnya di Indonesia.

“Akulturasi unsur Islam-Hindu yang terjadi ratusan tahun silam memunculkan ciri khas tersendiri, unik dan menarik,” tutur Haji Mulyono.

Tengoklah desa-desa muslim yang ada di Bali, seperti Pegayaman (Buleleng), Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul (Jembrana) dan Nyuling (Karangasem). Atau, kampung muslim di Kepaon Kota Denpasar.

Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada umumnya. Yang membedakan hanya tempat ibadah saja.

Bahkan di Desa Pegayaman, karena letaknya di pegunungan dan tergolong masih agraris, semua simbol-simbol adat Bali seperti subak, seka, banjar, dipelihara dengan baik.

Begitu pula nama-nama anak mereka, Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai kata depan yang khas Bali.

Penduduk kampung ini konon berasal dari para prajurit Jawa atau kawula asal Sasak dan Bugis beragama Islam yang dibawa oleh para Raja Buleleng, Badung dan Karangasem pada zaman kerajaan Bali.

Orang-orang muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal Bugis. Kampung yang mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja Pemecutan. Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon dengan lingkungan puri (istana) hingga sekarang masih terjalin baik.

Beberapa gesekan pernah terjadi diantara warga muslim Kepaon dengan warga asli bali , Raja Pemecutan turun tangan membela mereka. “Mereka cukup disegani. Bahkan, jika ada masalah-masalah dengan komunitas lain, Raja Pemecutan membelanya,” ujar Shobib, aktivis Mesjid An Nur.

Di Denpasar, komunitas muslim dapat dijumpai di Kampung Islam Kepaon, Pulau Serangan dan Kampung Jawa. mayoritas Kampung Kepaon dan Serangan dihuni warga keturunan Bugis.

Konon, nenek moyang mereka adalah para nelayan yang terdampar di Bali. Ketika terjadi perang antara Kerajaan Badung dengan Mengwi, mereka dijadikan prajurit. Setelah mendapat kemenangan, kemudian diberi tanah oleh sang Raja.

Keberadaan ummat islam yang sudah ratusan tahun di bali sedikit banyak memberikan ciri khas tersendiri, misalnya sebagian warga muslim menambahkan nama khas Bali pada anak-anak mereka seperti Wayan, Made, Nyoman dan Ketut, jadi tidaklah sesuatu yang ganjil apabila kita menemukan nama seperti Wayan Abdullah, atau Ketut Muhammad misalnya.

Tetapi ini hanya dalam tataran budaya. Untuk idiom-idiom yang menyangkut agama, mereka tidak mau kompromi. mereka  tetap menjaga nilai-nilai syari'at islam secara utuh.

Umat Islam Bali Saat Ini
Saat ini jumlah ummat islam di Pulau Bali mencapai 9 % dari total penduduk bali , dan keberadaan ummat Islam di pulau Bali  sudah begitu membaur dan menyebar dihampir segala penjuru, baik daerah perkotaan maupun pedesaan. namun secara umum penyebaran ummat Islam masa kini lebih terkonsenterasi di wilayah Denpasar dan Badung, hal tersebut bisa dipahami karena kedua daerah tersebut merupakan daerah  pariwisata utama pulau bali.

Perkembangan ummat islam di kedua daerah ini tampak pada jumlah tempat ibadah/ masjid yang lumayan banyak di kedua daerah ini. seperti di kuta misalnya, di Kelurahan Tuban/ Airport  ada sekitar 9 buah Masjid yang lumayan besar, belum termasuk Musholla, antara lain yang paling megah adalah Masjid Nurul Huda di dekat Airport Ngurah Rai .



Di masjid ini jika bulan Romadhon mampu menyediakan ta'jil + nasi bungkus/kotak bagi jamaah yang jumlahnya  lebih dari 500 an paket.

Sementara itu di kota Denpasar sendiri  ada puluhan Masjid dengan jarak yang tidak terpaut jauh, dengan begitu kita dengan mudah menemukan sejumlah Masjid di Ibu kota Propinsi Bali ini, semisal  Masjid An-Nur. Jl. Diponegoro 167, Denpasar, Masjid Agung Sudirman. Kompleks Kodam Udayana, Denpasar Masjid At-Taqwa. Jl. WR. Supratman 9 Polda , Denpasar  Masjid Al Ihsan  Komplek Inna Grand Bali Beach Hotel. dll..salah satu Masjid langganan penulis adalah Masjid Agung Sudirman, selain termasuk yang termegah diantara Masjid yang ada.

Kemudahan menemukan tempat ibadah/Masjid di kedua daerah ini tentu tidak sama dengan daerah lainnya di Bali, bahkan di kota Gianyar ( salah satu kabupaten di bali ) penulis hanya menemukan 2 buah masjid.

Namun secara umum perkembangan dan hubungan masyarakat muslim dengan komunitas lainnya di Bali sangat baik sekali. dalam sejarahnya tidak pernah ada perselisihan yang menimbulkan gejolak sosial antara ummat islam dengan komunitas hindu dan lainnya di pulau Bali.

Semoga ini bermanfaat untuk menmbah wawasan kita, tentang perkembangan Islam umumnya khususnya untuk wilayah Jawa Bali .

Wallaahu a’lam
Subhanakallaahumma wabihamdika asyhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika .
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi waarakaatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar