KELAPANGAN DAN KESEMPITAN.
Mengapa Allah memberikan kelapangan kepada manusia ? Agar kita tidak
selalu berada di dalam kesempitan. Lalu mengapa Allah memberikan kesempitan
kepada manusia ? Agar kita tidak hanyut di waktu lapang. Sekarang apa yang akan
terjadi kalau Allah tidak memberikan kelapangan maupun kesempitan kepada
manusia ? Tujuannya adalah kita tidak mengantungkan diri kepada siapapun,
kecuali hanya kepada Allah.
Di saat kita dalam kelapangan, maka panggilan nafsu yang ada pada diri
kita sangat tinggi, yang bisa berbuat apapun. Yang apabila telah melampaui
batas, maka tidak ada yang mampu menghalanginya, kecuali dari dirinya sendiri,
dan ini tentunya tidak terlepas daripada hidayah Allah.
Contoh sederhana saja yaitu ujub dan riya ini akan mudah timbul pada
diri kita pada saat kita diberi harta berlebih atau kekayaan atau bisa juga
ilmu. Apabila hati telah lemah, dimana dalam hati itulah bersarangnya bibit
iman, maka bibit iman itu akan mati sebelum tumbuh.
Sungguh hawa nafsu setan itu merambatnya sangat cepat sekali kepada
siapapun yang berhati lemah setelah masuk melalui urat syaraf. Dengan diberinya
kelapangan, kebanyakan manusia itu pada lupa diri.
Satu-satunya benteng yang ampuh dan sulit dimasuki oleh hawa nafsu setan
adalah meluruskan iman dan memurnikannya, jangan sampai iman kita tercampur
dengan hal-hal yang masuk ke dalam kemusyrikan. Karena kemusyrikan ini yang
akan merusak taqarrub kita dengan Allah, dan makrifat kepada Allah juga akan
terganggu kelancarannya.
Apabila seorang hamba dalam kesempitan , biasanya orang beriman
meningkatkan ketakwaannya dan keimanannya serta lebih dekat kepada Allah, maka
setanpun menjauh dengannya, karena tidak ada lobang-lobang yang bisa
memasukinya.
Bagi orang beriman di kala lapang dan di waktu sempit selalu tetap
berada dalam lingkaran ini. Apa yang diamalkannya dan perbuatan apapun yang
diakukannya tetap diterima Allah. Yang paling penting adalah kesadaran jiwa si
hamba tentang kondisi yang ada padanya dan mengembalikannya kepada kesadaran
iman. Ketika datang kesempatan, dia sama sekali tidak lupa daratan, tidak
terbius oleh situasi tersebut, dia selalu tetap teguh menghadapi segala sesuatu
yang akan merusak keimanannya.
Di saat keimanannya bagus sebenarnya akan membuka banyak peluang untuk
berbuat amal saleh, dan memperbagus ibadah kepada Allah,apabila seorang hamba
senantiasa selalu waspada. Agar hawa nafsu setan tidak ambil bagian terlalu
banyak dalam tubuh hamba yang sedang mabuk kesenangan harta atau apa saja yang
melupakannya dari ingat kepada Allah, maka dia harus menempatkan dirinya
sebelum dan sesudah kondisi yang dialaminya dalam dua posisi yaitu posisi khauf
dan posisi raja’
Khauf adalah sifat orang beriman yang selalu kuat kalau-kalau amal ibadah yang sedang dia
jalankan tidak diterima oleh Allah, sehingga kesempatan yang ada padanya
dimanfaatkan sebaik mungkin agar amal ibadahnya semakin sesuai dengan tuntutan
Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Sehingga dia berada dalam posisi raja’ yaitu
selalu berharap agar amal ibadah yang telah dijalankannya diterima Allah
sebagai ibadah yang saleh dan sahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar