Minggu, 08 Desember 2013

KELAPANGAN DAN KESEMPITAN









KELAPANGAN DAN KESEMPITAN.

Mengapa Allah memberikan kelapangan kepada manusia ? Agar kita tidak selalu berada di dalam kesempitan. Lalu mengapa Allah memberikan kesempitan kepada manusia ? Agar kita tidak hanyut di waktu lapang. Sekarang apa yang akan terjadi kalau Allah tidak memberikan kelapangan maupun kesempitan kepada manusia ? Tujuannya adalah kita tidak mengantungkan diri kepada siapapun, kecuali hanya kepada Allah.

Di saat kita dalam kelapangan, maka panggilan nafsu yang ada pada diri kita sangat tinggi, yang bisa berbuat apapun. Yang apabila telah melampaui batas, maka tidak ada yang mampu menghalanginya, kecuali dari dirinya sendiri, dan ini tentunya tidak terlepas daripada hidayah Allah.

Contoh sederhana saja yaitu ujub dan riya ini akan mudah timbul pada diri kita pada saat kita diberi harta berlebih atau kekayaan atau bisa juga ilmu. Apabila hati telah lemah, dimana dalam hati itulah bersarangnya bibit iman, maka bibit iman itu akan mati sebelum tumbuh.

Sungguh hawa nafsu setan itu merambatnya sangat cepat sekali kepada siapapun yang berhati lemah setelah masuk melalui urat syaraf. Dengan diberinya kelapangan, kebanyakan manusia itu pada lupa diri.

Satu-satunya benteng yang ampuh dan sulit dimasuki oleh hawa nafsu setan adalah meluruskan iman dan memurnikannya, jangan sampai iman kita tercampur dengan hal-hal yang masuk ke dalam kemusyrikan. Karena kemusyrikan ini yang akan merusak taqarrub kita dengan Allah, dan makrifat kepada Allah juga akan terganggu kelancarannya.

Apabila seorang hamba dalam kesempitan , biasanya orang beriman meningkatkan ketakwaannya dan keimanannya serta lebih dekat kepada Allah, maka setanpun menjauh dengannya, karena tidak ada lobang-lobang yang bisa memasukinya.

Bagi orang beriman di kala lapang dan di waktu sempit selalu tetap berada dalam lingkaran ini. Apa yang diamalkannya dan perbuatan apapun yang diakukannya tetap diterima Allah. Yang paling penting adalah kesadaran jiwa si hamba tentang kondisi yang ada padanya dan mengembalikannya kepada kesadaran iman. Ketika datang kesempatan, dia sama sekali tidak lupa daratan, tidak terbius oleh situasi tersebut, dia selalu tetap teguh menghadapi segala sesuatu yang akan merusak keimanannya.

Di saat keimanannya bagus sebenarnya akan membuka banyak peluang untuk berbuat amal saleh, dan memperbagus ibadah kepada Allah,apabila seorang hamba senantiasa selalu waspada. Agar hawa nafsu setan tidak ambil bagian terlalu banyak dalam tubuh hamba yang sedang mabuk kesenangan harta atau apa saja yang melupakannya dari ingat kepada Allah, maka dia harus menempatkan dirinya sebelum dan sesudah kondisi yang dialaminya dalam dua posisi yaitu posisi khauf dan posisi raja’

Khauf adalah sifat orang beriman yang selalu kuat  kalau-kalau amal ibadah yang sedang dia jalankan tidak diterima oleh Allah, sehingga kesempatan yang ada padanya dimanfaatkan sebaik mungkin agar amal ibadahnya semakin sesuai dengan tuntutan Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Sehingga dia berada dalam posisi raja’ yaitu selalu berharap agar amal ibadah yang telah dijalankannya diterima Allah sebagai ibadah yang saleh dan sahih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar