MEMBINA RUMAH TANGGA bagian ke 3
Di dalam berumah tangga antara suami dan istri harus memiliki Mawaddah dan
Rahmah agar rumah tangganya berbahagia.
Mawaddah berarti cinta sedangkan rahmah adalah kasih sayang. Kalau hanya
Mawaddah saja atau hanya cinta saja yang menjadi ikatan dalam suatu pernikahan,
maka hubungan suami istri akan segera terputus, setelah keduanya memasuki masa
tua atau dimana daya tarik cintanya sudah terpencar.
Maka dari itu Mawaddah ini harus pula disertai Rahma atau kasih sayang.
Hanya dengan ksih sayang inilah suami istri bisa saling mengikat hidup dan
kehidupan ehingga terwujud suasana yang tentram dan damai sampai memasuki usia
tua, bahkan sampai akhir hayat.
Ingat timbulnya kasih sayang itu bukan karena lelakinya ganteng atau
istrinya cantik, akan tetapi datang secara gaib karena adanya ikatan btin yang
kuat dan erat lagi kokoh diantara keduanya.
Sekarang bagaimanakah cara menumbuhkan suasana Mawaddah dan Rahmah di dalam
rumah tangga agar bisa tumbuh subur dan berkembang ? Sang Suami harus paham
betul tentang tugasnya sebagai seorang suami yaitu wajib menggauli sitrinya
dengan baik, harus bisa menciptakan suasan yang akrab dan harmonis, yang tumbuh
dari hati nurani yang suci murni, tanpa dibuat-buat. Hindari percekcokan dan
selisih faham yang tidak diinginkan, apalagi sampai berkepanjangan.
Segala persoalan, perselisihan harus bisa diselesaikan dengan baik dan
damai, tanpa disertai rasa jengkel, dendam dan prasangka yang bukan-bukan.
Sebagaimana firman Allah di dalam QS An Nisa ayat 19 yaitu
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا [٤:١٩]
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Dan
Rasulullah saw pun berpesan melalui sabdanya yaitu , “ Sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik kepada istrinya, sedangkan aku adalah yang paling baik
kepada istriku. Tidak mau memuliakan para wanita ( para istri ) kecuali orang
yang mulia dan tidak mau menghina kecuali orang yang hina pula. ( HR Ali bin
Abu Thalib ).
Selain
menggauli sitri dengan baik dan harmonis, jangan lupa pula Sang Suami harus
menafkahi istinya lahir dan batin dan kepada keluarganya yang telah menjadi
tanggungannya. Maksudnya Sang Suami harus bertanggung jawab memberikan belanja
setiap hari kepada istrinya menurut kemampuannya yang dimiliki. Jangan sampai
Sang Suami memberi nafkah sangat minim jauh dari kebutuhan yang dibutuhkan,
sementara dia bermewah-mewahan di luar rumah , menghambur-hamburkan harta yang
telah diraihnya tanpa batas. Dan Allah pun mengingatkan hal ini melalui
riman-Nya di dalam QS At Thalaq ayat 7 yaitu
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا [٦٥:٧]
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang
yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan.
Dan Rasulullah saw pun mengingatkan melalui sabdanya, “ Cukuplah
seseorang ianggap berdosa bila dia menyia-nyiakan nafkah orang yang wajib di
beri makan ( menghidupinya ) . ( HR Imam Nasa’i )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar