Selasa, 04 Februari 2014

MEMBINA RUMAH TANGGA BAGIAN KE III


MEMBINA RUMAH TANGGA bagian ke 3

Di dalam berumah tangga antara suami dan istri harus memiliki Mawaddah dan Rahmah  agar rumah tangganya berbahagia. Mawaddah berarti cinta sedangkan rahmah adalah kasih sayang. Kalau hanya Mawaddah saja atau hanya cinta saja yang menjadi ikatan dalam suatu pernikahan, maka hubungan suami istri akan segera terputus, setelah keduanya memasuki masa tua atau dimana daya tarik cintanya sudah terpencar.

Maka dari itu Mawaddah ini harus pula disertai Rahma atau kasih sayang. Hanya dengan ksih sayang inilah suami istri bisa saling mengikat hidup dan kehidupan ehingga terwujud suasana yang tentram dan damai sampai memasuki usia tua, bahkan sampai akhir hayat.

Ingat timbulnya kasih sayang itu bukan karena lelakinya ganteng atau istrinya cantik, akan tetapi datang secara gaib karena adanya ikatan btin yang kuat dan erat lagi kokoh diantara keduanya.

Sekarang bagaimanakah cara menumbuhkan suasana Mawaddah dan Rahmah di dalam rumah tangga agar bisa tumbuh subur dan berkembang ? Sang Suami harus paham betul tentang tugasnya sebagai seorang suami yaitu wajib menggauli sitrinya dengan baik, harus bisa menciptakan suasan yang akrab dan harmonis, yang tumbuh dari hati nurani yang suci murni, tanpa dibuat-buat. Hindari percekcokan dan selisih faham yang tidak diinginkan, apalagi sampai berkepanjangan.

Segala persoalan, perselisihan harus bisa diselesaikan dengan baik dan damai, tanpa disertai rasa jengkel, dendam dan prasangka yang bukan-bukan. Sebagaimana firman Allah di dalam QS An Nisa ayat 19 yaitu

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا [٤:١٩]

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Dan Rasulullah saw pun berpesan melalui sabdanya yaitu , “ Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, sedangkan aku adalah yang paling baik kepada istriku. Tidak mau memuliakan para wanita ( para istri ) kecuali orang yang mulia dan tidak mau menghina kecuali orang yang hina pula. ( HR Ali bin Abu Thalib ).

Selain menggauli sitri dengan baik dan harmonis, jangan lupa pula Sang Suami harus menafkahi istinya lahir dan batin dan kepada keluarganya yang telah menjadi tanggungannya. Maksudnya Sang Suami harus bertanggung jawab memberikan belanja setiap hari kepada istrinya menurut kemampuannya yang dimiliki. Jangan sampai Sang Suami memberi nafkah sangat minim jauh dari kebutuhan yang dibutuhkan, sementara dia bermewah-mewahan di luar rumah , menghambur-hamburkan harta yang telah diraihnya tanpa batas. Dan Allah pun mengingatkan hal ini melalui riman-Nya di dalam QS At Thalaq ayat 7 yaitu
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا [٦٥:٧]

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.


Dan Rasulullah saw pun mengingatkan melalui sabdanya, “ Cukuplah seseorang ianggap berdosa bila dia menyia-nyiakan nafkah orang yang wajib di beri makan ( menghidupinya ) . ( HR Imam Nasa’i )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar