Assalamu’alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim. Allahumma
sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .
Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu
minadz dzoolimiin.
Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha ,
haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;
Segala sesuatu yang di luar daya nalar manusia itu tidak
perlu dipertanyakan lagi , kecuali mereka yang sudah percaya kepada Allah ,
barulah menerima dengan penuh keyakinan .
Allah swt bisa berbuat sekehendaknya sendiri , bia Allah sudah berbuat maka tidak ada
seorangpun yang mampu menolakNya atau menghalangiNya .
Sebaiknya bila didsaarkan atas logika atau atas dasar nasab ,
maka sampai kapanpunn tidak akan sampai pada titik temunya.
Yang ada hanya saling fitnah , dan mempengaruhi mereka yang
belum memahami tentang islam, Kebesaran dan Kekuasaan Allah.
Perlu diketahui bahwa dahulu banyak pengetahuan kaum
‘Arab hanya tertuju kepada ilmu nasab, kabar-kabar (kisah) pendahulunya, syair-syair
dan ilmu bayan,
yang mana pengetahuan itu mereka dapatkan setelah mereka
memfokuskan diri, bekerja keras dalam membahasnya, dan mencari pakarnya.
Sedangkan ilmu pengetahuan tersebut bagaikan setitik
dari lautan ilmu yang dimiliki Baginda Nabi s.a.w.,
sehingga
tidak ada jalan lain bagi para pembenci untuk menentang terhadap apa yang kamu
sampaikan kecuali perkataan mereka:
أَسَاطِيْرُ الْأَوَّلِيْنَ،
إنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ.
“Ini hanyalah dongeng
orang-orang terdahulu, sesungguhnya dia diajarkan oleh manusia.”
Maka, Allah s.w.t. pun membalas perkataan
mereka dengan firman-Nya berikut:
وَ لَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ
يَقُوْلُوْنَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِّسَانُ الَّذِيْ يُلْحِدُوْنَ
إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَ هذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِيْنٌ.
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya
al-Qur’ān itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muḥammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muḥammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’ān adalah dalam bahasa ‘Arab yang
terang.”.
(QS. an-Naḥl [16]: 103).
Kemudian yang mereka
(musuh-musuh Islam) pertentangkan terhadap Baginda Nabi s.a.w.,
bahwasanya beliau s.a.w. mendapat pembelajaran al-Kitāb dari sahabat Salmān al-Fārisī dan ‘Abd-ur-Rūmī. Perlu diketahui
bahwa Salmān al-Fārisī, Rasūlullāh s.a.w. mengenalnya setelah hijrah dan
setelah banyak ayat-ayat al-Qur’ān yang turun,
sedangkan sahabat ‘Abd-ur-Rūmī setelah memeluk Islam beliau mengaji (belajar) kepada
Rasūlullāh s.a.w.
Kedua sahabat
Nabi s.a.w. ini
adalah orang ‘Ajam, jika dibanding mereka (kaum ‘Arab) yang terlahir fasih akan
tetapi masih lemah dalam perbandingan sastra bahasa ‘Arab dengan al-Qur’ān untuk menjiplaknya, terlebih membalasnya dan mengerti
inti dan sistemnya, maka bagaimana dengan orang ‘Ajam yang susah untuk menyebut
lafazh ‘Arab dengan fasih dan benar?
Kita ketahui bahwa
sahabat Salmān al-Fārisī dan ‘Abd-ur-Rūmī di tengah-tengah
mereka berbicara dengan Nabi s.a.w., apakah mereka (‘Arab Makkah)
menceritakan berita (kabar) seperti berita yang dibawa oleh Baginga Nabi s.a.w.?
“Dan sesungguhnya
Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Qur’ān itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muḥammad)”. Padahal
bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muḥammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam,
sedang al-Qur’ān adalah dalam bahasa
‘Arab yang terang.”.
(QS. an-Naḥl [16]: 103).
Wallaahu a’lam
Subhanakallaahumma wabihamdika
asyhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika .
Wassalamu’alaikum
warahmatullaahi waarakaatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar