Jumat, 08 November 2019

YANG DILUAR DAYA NALAR MANUSIA TIDAK PERLU DIPERTANYAKAN LAGI.



Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

Segala sesuatu yang di luar daya nalar manusia itu tidak perlu dipertanyakan lagi , kecuali mereka yang sudah percaya kepada Allah , barulah menerima dengan penuh keyakinan .

Allah swt bisa berbuat sekehendaknya sendiri ,  bia Allah sudah berbuat maka tidak ada seorangpun yang mampu menolakNya atau menghalangiNya .

Sebaiknya bila didsaarkan atas logika atau atas dasar nasab , maka sampai kapanpunn tidak akan sampai pada titik temunya.

Yang ada hanya saling fitnah , dan mempengaruhi mereka yang belum memahami tentang islam, Kebesaran dan Kekuasaan Allah.

Perlu diketahui bahwa dahulu banyak pengetahuan kaum ‘Arab hanya tertuju kepada ilmu nasab, kabar-kabar (kisah) pendahulunya, syair-syair dan ilmu bayan, 

yang mana pengetahuan itu mereka dapatkan setelah mereka memfokuskan diri, bekerja keras dalam membahasnya, dan mencari pakarnya.

Sedangkan ilmu pengetahuan tersebut bagaikan setitik dari lautan ilmu yang dimiliki Baginda Nabi s.a.w.

sehingga tidak ada jalan lain bagi para pembenci untuk menentang terhadap apa yang kamu sampaikan kecuali perkataan mereka:
أَسَاطِيْرُ الْأَوَّلِيْنَ، إنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ.
Ini hanyalah dongeng orang-orang terdahulu, sesungguhnya dia diajarkan oleh manusia.”

Maka, Allah s.w.t. pun membalas perkataan mereka dengan firman-Nya berikut:
وَ لَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُوْلُوْنَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِّسَانُ الَّذِيْ يُلْحِدُوْنَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَ هذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِيْنٌ.
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Qur’ān itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’ān adalah dalam bahasa ‘Arab yang terang.”.
(QS. an-Nal [16]: 103).

Kemudian yang mereka (musuh-musuh Islam) pertentangkan terhadap Baginda Nabi s.a.w., bahwasanya beliau s.a.w. mendapat pembelajaran al-Kitāb dari sahabat Salmān al-Fārisī dan ‘Abd-ur-Rūmī. Perlu diketahui bahwa Salmān al-Fārisī, Rasūlullās.a.w. mengenalnya setelah hijrah dan setelah banyak ayat-ayat al-Qur’ān yang turun, sedangkan sahabat ‘Abd-ur-Rūmī setelah memeluk Islam beliau mengaji (belajar) kepada Rasūlullās.a.w.

Kedua sahabat Nabi s.a.w. ini adalah orang ‘Ajam, jika dibanding mereka (kaum ‘Arab) yang terlahir fasih akan tetapi masih lemah dalam perbandingan sastra bahasa ‘Arab dengan al-Qur’ān untuk menjiplaknya, terlebih membalasnya dan mengerti inti dan sistemnya, maka bagaimana dengan orang ‘Ajam yang susah untuk menyebut lafazh ‘Arab dengan fasih dan benar?

Kita ketahui bahwa sahabat Salmān al-Fārisī dan ‘Abd-ur-Rūmī di tengah-tengah mereka berbicara dengan Nabi s.a.w., apakah mereka (‘Arab Makkah) menceritakan berita (kabar) seperti berita yang dibawa oleh Baginga Nabi s.a.w.?

“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Qur’ān itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’ān adalah dalam bahasa ‘Arab yang terang.”.
(QS. an-Nal [16]: 103).

Wallaahu a’lam
Subhanakallaahumma wabihamdika asyhadu anlaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika .

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi waarakaatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar