JANGANLAH MENJADI MANAUSIA YANG CENGENG
Kita semua sudah tahu semua dan sadar bahwa tidak ada hidup di
dunia ini yang enak., yang menyenangkan, yang memuaskan. Karena semuanya tidak
ada yang kekal, Adapun yang kekal hanyalah kehidupan akhirat. Di pagi hari kita
dibuatnya senang, tertawa-tawa bersenandung, namun di siang harinya mulai
dibuat pusing dengan segala permasalahan yang datang di hari itu. Dan di sore
harinya, segala masalah, segudang persoalan belum juga terselesaikan, tahu-tahu
kematian datang menimpa salah satu dari keluarganya . Kita dibuatnya menangis, karena ditinggalkan oleh orang yang
kita cintai, yang kita sayangi, yang kita banggakan , yang bisa menjadi tumpuan
harapan di masa depan.
Sekarang lagi musim persiapan dengan berbagai rencana utuk
menghadapi perang mulut , perang argumentasi, perang janji-janji dan perang
srtategi, karena di pemilihan mendatang bagaimana caranya agar bisa dimenangkan
olehnya. Sampai-sampai orang yang sudah meninggalpun dibawa-bawa untuk dijual
namanya, karena aku ini anaknya mantan presiden, habib anu, kyai anu, sultan
anu, pangeran anu dengan dalih untuk meneruskan perjuangan apa yang telah
dilakukan oleh pendahulunya. Padahal sebenarnya tidak usah berbuat seperti itu,
tunjukkan saja dengan karya-karya yang nyata yang bisa dilihat mata dan bisa
dirasakan oleh masyarakat luas kemaslahatan yang dia tanamkan, sehingga bisa
menimbulkan simpatik orang banyak, bisa memberikan motovasi semangat hidup
orang banyak, bisa mengangkat harkat, martabat dan derajat orang-orang dimana
dia tinggal. Dia menjadi dirinya sendiri, asli dirinya sendiri, tidak
dibuat-buat, tebentuknya secara alami. Itulah pemimpin sejati, Seorang pemimpin
sejati tidak perlu resah gelisah, risau dan galau dalam situasi kondisi apapun
. Akan tetapi dia akan berbuat semampunya sebaik mungkin dengan tidak menzalimi
sesama, apalagi sampai mengorbankan orang lain. Setelah dia berbuat, barulah
segala keputusan diserahkannya kepada Sang Ilahi Rabbi, Penguasa alam semesta
ini.
Seorang pemimpin sejati tidak pernah berbuat untuk memikirkan
dirinya sendiri. Akan tetapi yang dia fikirkan bagaimanakah nasib orang-orang
yang dipimpinnya itu agar mereka bisa mandiri, bisa menjalani hidup dengan tidak
bergantung kepada siapapun, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, bisa dan
mampu menghadapi segala persoalan kehidupannya sendiri, dan bisa membaktikan
dirinya kepada Sang Ibu Pertiwi, Negara Indonesia yang mereka cintai. Mereka
rela mengorbankan dirinya, baik dengan harta benda yang dimilikinya, bahkan
sampai nyawanyapun apabila diperlukan diberikannya, disumbangkannya demi Ibu
Pertiwi yang telah memberikan kehidupan kepadanya, yang mencukupi segala kebutuhannya.
Sungguh tidaklah mudah untuk dilakukan semuanya itu, bicara memang
mudah. Namun apabila tidak dimulai dari hal-hal yang kecil yang sekiranya mampu
dilakukannya, kenapa harus menunggu sampai besar. Apabila hal itu baik dan
benar kenapa tidak dilakukan dengan segera, jangan sampai kesempatan itu hilang
lenyap berlalu begitu saja.
Allah swt adalah Tuhan Yang Maha Adil, Dia tidak pernah merugikan
siapapun. Setiap manusia pasti akan diujinya sesuai dengan kadar kesanggupan
atau kemampuannya. Semakin tinggi keyakinan, semakin banyak yang diinginkan
maka akan semakin banyak ujian dan cobaan menerpanya bagaikan hujan badai dan
gelombang pasang yang saling bersusulan menghantamnya. Dan hal itu disesuaikan
dengan keinginan dan kesanggupan hambaNya. Sungguh Allah itu tidak pernah zalim
kepada siapapun, akan tetapi kebanyakan manusianya saja yang banyak menzalimi
dirinya sendiri.
Oleh karena itu janganlah kita menjadi manusia yang cengeng, jangan
gampang emosi, protes karena apa yang didapatkan itu masih belum sesuai dengan
kehendaknya. Kenapa kebanyakan mausia itu sangat pandai mengeluh di hadapan
orang lain, kata katanya rapih tertata- tertiti dengan baik, sehingga membuat
orang yang mendengarkan bisa sangat bersedih hati. Dengan tujuan minta
dikasihani. Namun kalau Allah tidak berkehendak, maka sungguh tidak akan
terjadi. Sementara keluhan yang tadi disampaikan ke orang lain malah di hadapan
Allah tertutup, tidak ada yang keluar ucapan lainnya, selain ya Allah, Ya
Allah, Ya Allah, setelah itu sudah gak ada kata-kata lainnya.
Padahal Allah itu sangat ingin benar dipuji oleh hambaNya,
disanjung, diagungkan, dimuliakan oleh hambaNya. Siapakah diantara kita yang
tidak ingin dipuji, dihormati, disegani , diakui oleh orang lain, apakah kita
ingin dalam hidup ini dibenci oleh orang lain, dihina, tidak dihargai,
dikucilkan oleh orang lain ? Pasti tidak ada sama sekali. Allah pun sama, Dia
ingin dirayu oleh hambaNya, Dia ingin dimohon oleh hambaNya, sebelum hambanya
tahu Dia sudah menawarkan diri malam dan siang, “ MINTALAH KAU KEPADAKU,
NISCAYA AKU BERI “ Ucapan ini bukan ucapan aku ( sang penulis ) tapi firman
Allah, ucapan Allah. Lalu kenapa kita belum mau mendekatinya, malah melakukan
langkah sesat dengan mendatangi kuburan2 kramat, tempat2 kramat, sampai
dikhususkan harinya wajib harus datang ke tempat itu, yang ramai adalah kalau
malam Jum’at Kliwon. Gak tahu itu aturan dari siapa dan dari mana datangnya,
serta diambil dari kitab apa.
Marilah sejak saat ini kita buka hati kita yang selama ini telah
terkunci, buka mata hati kita untuk menerima hal-hal yang nyata, bukan hal-hal
yang penuh dengan hayalan, bukan hal-hal yang tidak ada kepastaiannya, bukan
hal-hal yang ditambah-tambah, sehingga menjadi beban hidup yang seharusnya
tidak dilakukan. Apabila di antara kita ada yang ingin jadi pemimpin,
belajarlan memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu, tanamkan pada diri sifat
jujur, jujur pada diri sendiri, jujur pada orang lain dan jujur pada Allah.
Apabila hal ini sudah mendarah daging, maka Insya Allah apa yang diinginkan
akan terwujud. Ucapannya sangat tajam tapi dipercaya, ucapannya lebih tajam
dari silet, lebih tajam dari pisau cukur. Ucapannya bisa menyejukkan hati orang
yang sedang resah dan gelisah, bisa menentramkan orang yang sedang galau
hatinya, bisa mendamaikan pikirannya yang sedang kalut. Hal ini tidak bisa
digambarkan dengan suatu cerita, akan tetapi harus dibuktikan oleh diri sendiri,
bukan dengan cara keilmuan, akan tetapi secara alami. Hukum kodrat alam
berkalu, siapa yang menanam, dialah yang menuai. Apabila kita menanam cabe,
pastilah buahnya cabe. Tidak mungkin berbuah durian.