Sabtu, 18 Juni 2016

MENGIKUTI ATAU MELAWAN HAWA NAFSU

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Seperti yang kita sadari bersama, Umumnya manusia sangat sulit untuk melakukan ibadah kepada ALLAH. Juga sangat malas untuk melakukan ketaatan kepada Sang Pencipta.

Sebagaimana firman ALLAH Subhanhu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada RABB-nya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta” [QS. al-‘Adiyat: 6 – 8].


Mengapa demikian  ? Kita juga telah memiliki jawabannya,  Karena manusia dibekali dengan hawa nafsu,  Hanya saja……Setiap manusia berbeda-beda dalam menyikapi hawa-nafsunya.

Ada yang hawa-nafsunya lebih menguasi dirinya,  Sehingga dia bergelimang dengan kemaksiatan,
Dan tidak merasa bersalah dalam melakukannya,  Atau malah mengaggap remeh bahkan menantang ALLAH.


ALLAH Subhanhu wa Ta’ala berfirman:
“Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. Ia berkata: Bilakah hari Kiamat itu?” 
[QS. al-Qiyamah: 5 – 6].


Ada yang hati nurani lebih mendominasi perilakunya,  Sehingga dia bisa mengekang hawa-nafsunya,
Dan menjadi hamba yang taat pada Sang Pencipta.  Ramadhan merupakan tempat pembinaan bagi setiap Muslim,

Shiyam salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu,  Dengan amalan yang dapat memperbaiki jiwa dan memotivasi diri,  Untuk mendapatkan perilaku yang terpuji,  Serta menjauhkan diri dari hal-hal yang merusaknya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:


“Puasa itu adalah perisai. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan tidak juga berlaku bodoh. 

Jika ada orang yang memerangi atau mencacinya, maka hendaklah dia mengatakan: Sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali). 

Demi RABB yang jiwaku berada di tangan-NYA, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi ALLAH Ta’ala daripada aroma minyak kesturi, di mana dia meninggalkan makanan, minuman dan nafsu syahwatnya karena AKU (ALLAH). 

Puasa itu untuk-KU dan AKU akan memberikan pahala karenanya dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya” [HR. Bukhari III/22 dan Muslim III/157].

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

)Allahumma inni a’udzu bika min munkaratil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’)
Artinya:


Ya ALLAH, aku berlindung kepada-MU dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar
[HR. Tirmidzi no. 3591].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar