Kamis, 31 Oktober 2019

ASA MUDA NABI MUHAMMAD SAW KE 7


Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

NABI  MUHAMMAD SAW  BERTEMU  KHADIJAH .

Hingga tiba suatu saat ketika Muammad s.a.w. mencapai usia 25 tahun, seorang utusan datang menemuinya.

Utusan ini meminta agar Muammad s.a.w. bersedia ikut dalam kafilah dagang milik Khadījah rha. ke negeri Syām.

Sayyidah Khadijah binti Khuwailid rha. adalah seorang saudagar perempuan yang kaya raya lagi mulia dan terhormat.

Dia biasa mempekerjakan sejumlah lelaki Quraisy untuk membawa barang dagangannya ke Syām dengan imbalan sebagian dari keuntungannya.

Dia mendengar kabar bahwa Muammad s.a.w. berkeinginan untuk ikut dalam rombongan dagangnya.

Sementara itu Khadījah juga pernah diberitahu bahwa Muammad s.a.w. adalah seorang pemuda yang jujur, halus budi bahasanya serta berakhlak mulia.

Hal yang teramat jarang dijumpai di kota Makkah ini. Itu sebabnya tanpa ragu dia menawarkan keuntungan dua kali lipat dari orang lain apabila Muammad s.a.w. bersedia menerima tawarannya.

Kebetulan Abū Thālib memang sedang dalam kesulitan keuangan.

Sebagai anak yang tahu diri Muammad s.a.w. segera meminta idzin pamannya agar diperbolehkan menerima tawaran tersebut.

Walaupun dengan berat hati akhirnya Abū Thālib menyetujui permintaan Muammad s.a.w. 

Dia sebenarnya masih khawatir akan keselamatan keponakannya itu sekalipun Muammad s.a.w. telah dewasa.

Maka dengan membawa berbagai macam dagangan, berangkatlah Muammad s.a.w. bersama rombongan kafilah dagang Khadījah rha. menuju negeri Syām.

Di situlah Muammad s.a.w. membuktikan kepiawaian berdagangnya.

Beliau menjual barang dagangan yang dibawanya dari Makkah dan membeli barang dagangan lainnya untuk dibawa kembali ke Makkah, dengan kejujuran dan kesantunannya beliau bahkan berhasil menarik keuntungan jauh lebih besar dari pada orang lain yang pernah diutus Khadījah rha.

Semua ini tidak lepas dari pengawasan dan pandangan kagum Maisarah, pembantu setia Khadījah rha. yang ikut dalam rombongan tersebut.

Dia-lah yang dengan semangat menceritakan apa yang dilihatnya dari budi pekerti yang luhur dan berbagai macam keajaiban yang dimiliki Muammad s.a.w. kepada majikannya begitu rombongan kembali.

Hingga membuat Khadījah rha. bertambah kagum kepada Muammad s.a.w., pemuda yang tanpa disadarinya ternyata telah ditaqdirkan Allah s.w.t. bakal menjadi pendamping hidup terakhirnya.

Khadījah rha. kemudian meminta salah seorang sahabatnya, Nufaysah (Nafisah) untuk mendekati Muammad s.a.w. dan menanyakan apakah beliau ingin menikah.

Muammad s.a.w. belum menyanggupi. Dan ketika Nufaysah menyebut nama Khadījah, yang telah dikenal di kalangan kaumnya dari kecantikan, keturunan, kebangsawanan, dan kekayaan  .

Beliau menjawab bahwa beliau berminat, namun karena keadaan dirinya beliau tidak membayangkan bisa menikah dengannya.

Nufaysah tidak mengatakan bahwa dirinya berbicara atas permintaan Khadījah rha., Muammad s.a.w. diminta menyerahkan segala urusan kepadanya.

Nufaysah berjanji akan mengatur perjodohan mereka.
Dialah Khadījah rha. orang yang telah berjuang bersama Rasūlullāh s.a.w. menuju kebenaran, dan orang pertama yang masuk Islam dari golongan wanita.

Nufaysah segera mengabarkan kejernihan pikiran Muammad s.a.w. kepada temannya Khadījah rha., dia pun mengundang Muammad s.a.w. ke rumahnya dan memintanya untuk melamar yang kemudian Khadījah setujui.

Pernikahan Muammad s.a.w. dan Khadījah rha. berlangsung selama 25 tahun, 10 tahun setelah kenabian dan 15 tahun sebelum kenabian.

Dialah Khadījah rha. orang yang telah berjuang bersama Rasūlullās.a.w. menuju kebenaran, dan orang pertama yang masuk Islam dari golongan wanita,

dan Khadījah rha. adalah ibu dari seluruh anaknya Baginda s.a.w.:

Qāsim, ‘Abdullāh, Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsūm, dan Fāthimah.

Kecuali Ibrāhīm, karena ibunya adalah Sayyidah Mariah al-Qibthiyyah rha.

Wallaahua’lam .
Subhanakalloohuma wa bihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .

MASA MUDA NABI MUHAMMAD SAW KE 6


Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

MASA  MUDA  NABI  MUHAMMAD  SAW  KE 2 .
NABI  MUHAMMAD SAW  PERGI  KE NEGERI  SYAM .

Suatu hari di usianya yang ke-13, pamannya Abū Thālib mengajak Muhammad s.a.w. bepergian ke negari Syām.

Ketika rombongan tiba di Bushra, di sana ada seseorang pendeta Nasrani bernama Buhaira yang memahami benar ajaran Nasrani yang diwariskan turun-temurun mengenai wasiat-wasiat ‘Īsā a.s., sebelumnya kaum Quraisy sering melalui kediaman pendeta Nasrani tersebut, akan tetapi dia tidak menghiraukan mereka sampai tahun yang dia yakini bahwa dia akan bertemu dengan calon Nabi Akhir Zaman s.a.w. Maka dia pun melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muammad s.a.w. 

Dia memperhatikan adanya sederetan awan yang senantiasa menaungi rombongan di mana Muammad s.a.w. berada kemanapun mereka pergi.

Di dasari rasa penasaran, ia pun mengundang rombongan agar singgah di kediamannya, ketika dia bertemu dengan Muammad s.a.w., dia memperhatikan seluruh anggota badannya, dan dia pun menemukan sifat-sifat kenabian yang ada pada dirinya, maka dia pun berkata kepada Muammad s.a.w. berikut:

“Aku bertanya padamu dengan sumpah Lāta dan ‘Uzzā, engkau akan memberitahuku apa yang akan aku tanyakan kepadamu.”

Muammad s.a.w. pun menjawab:  “Jangan tanyakan kepadaku sesuatu dengan sumpah Lāta dan ‘Uzzā, sesungguhnya demi Allah aku tidak membenci apapun seperti kebencianku terhadap mereka.”

Kemudian Buhaira bertanya: “Demi Allah, engkau akan memberitahuku apa yang akan aku tanyakan kepadamu.”
Maka Muammad s.a.w. menjawab:  “Tanyalah apa yang akan engkau tanyakan”, pendeta itu pun mengajukan berbagai pertanyaan seputar kehidupan Muammad s.a.w. muda,

setelah yakin semua jawaban cocok dengan apa yang dikatakan kitabnya.

Muammad s.a.w. membuka punggungnya dan dia pun melihat tanda kenabian, kemudian dia mencium tanda kenabian yang ada di punggung Muammad s.a.w.

Hingga orang-orang Quraisy takjub keheranan dan seraya berkata: “Sesungguhnya Muammad s.a.w. sangat dihormati oleh pendeta ini.”

Setelah selesai dia berujar kepada Abū Thālib: “Apa hubungan anak ini denganmu?”

Abū Thālib menjawab:  “Bawalah anak saudaramu itu pulang dan hati-hatilah terhadap orang Yahudi. Jikalau mereka tahu dan mengenal siapa sebenarnya anak itu mereka pasti akan berbuat jahat terhadap dirinya. Anak itu kelak akan menjadi orang besar, cepatlah ajak dia pulang.”
              Buhaira, Pendeta Nasrani dari Negeri Syām.            

“Dia anakku.”
Buhaira berkata: “Dia bukanlah anakmu, tidaklah ayah anak ini adalah seseorang yang masih hidup.”
Maka Ab
ū Thālib menjawab:  “Dia anak saudaraku.”
Buhaira bertanya:  “Apa yang terjadi pada ayahnya?”
Ab
ū Thālib menjawab:  “Wafat ketika Ibunya hamil.”
Buhaira membenarkan perkataan Ab
ū Thālib tersebut dan Buhaira bertanya kembali:  “Apa yang terjadi pada Ibunya?”
Ab
ū Thālib menjawab:  “Wafat beberapa waktu lalu.”
Dan Buhaira kembali membenarkan jawabannya, lalu dia berpesan Abū Thālib:

“Bawalah anak saudaramu itu pulang dan hati-hatilah terhadap orang Yahudi. Jikalau mereka tahu dan mengenal siapa sebenarnya anak itu mereka pasti akan berbuat jahat terhadap dirinya. Anak itu kelak akan menjadi orang besar, cepatlah ajak dia pulang.”

Bahwasanya Allah s.w.t. telah menceritakan pengetahuan ahl-ul-kitāb mengenai Nabi s.a.w. dalam ayatnya, sebagai berikut:

الَّذِيْنَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُوْنَهُ كَمَا يَعْرِفُوْنَ أَبْنَاءَهُمْ وَ إِنَّ فَرِيْقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُوْنَ الْحَقَّ وَ هُمْ يَعْلَمُوْنَ.

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitāb (Taurāt dan Injīl) mengenal Muammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”
(QS. al-Baqarah [2]: 146).

Menurut Imām Qādhī ‘Iyādh rhm. bahwa pertanyaan Buhaira dengan sumpah Lāta dan ‘Uzzā adalah untuk menguji sifat kenabian yang ada pada diri Muammad s.a.w.
Hal ini merupakan penjagaan dari Allah s.w.t. yang sangat besar kepada Nabi s.a.w. yang meliputi ideologi serta penjagaan fisik dari kejahatan yang akan dilakukan oleh sebagian orang yang ingin menentang sunnah (ketetapan) Allah.

Sangat jelas bahwa kebencian Nabi s.a.w. terhadap berhala timbul bukan karena Nabi s.a.w. tumbuh besar dalam keadaan yatim sehingga beliau tidak mendapati anggota keluarganya menyembah dan beribadah terhadap patung-patung yang ada di kota Makkah, akan tetapi kebencian yang timbul pada diri Rasūlullās.a.w. adalah murni penjagaan dari Allah serta keinginan Allah s.w.t. untuk mengagungkan kekasih-Nya s.a.w. dari perbuatan-perbuatan jāhiliyyah.

Wallaahua’lam .
Subhanakalloohuma wa bihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .

MASA MUDA NABI MUHAMMAD SAW KE 5



Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

PERTUMBUHAN  NABI  MUHAMMAD SAW  DARI TAHUN KE TAHUN .

Lima tahun, masa yang telah memberikan kenangan indah dan kekal di dalam jiwanya.

Demikian Ibu alīmah rha. beserta keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu.

Penduduk dusun itu (Bani Sa‘ad) pernah mengalami masa paceklik yang hebat sesudah perkawinan Nabi Muammad s.a.w. dan Khadījah rha.

Bilamana alīmah mengunjungi Nabi Muammad s.a.w. maka beliau membentangkan pakaiannya yang paling berharga agar menjadi tempat duduk ibunya sebagai tanda penghormatan dan sepulangnya ia dibekali dengan unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing.

Dan ketika Syaima putri ibu alīmah, berada di bawah tawanan perang unain, kemudian dibawa kepada Nabi Muammad s.a.w., 

beliau segera mengenalinya dan memberikan penghormatan kepadanya serta mengembalikannya kepada keluarganya sesuai dengan permintaan wanita itu.

Pada tahun ke-6 setelah lahirnya Baginda Nabi Muammad s.a.w.,

      Ibu Āminah mengajak Muammad s.a.w. pergi mengunjungi keluarga kakeknya ‘Abd-ul-Muththalib, yaitu Bani ‘Addī ibn Najjār selama satu bulan dan Muammad s.a.w. pun mahir berenang di telaga mereka.

Dalam perjalanan pulang Ibu Āminah pun menghembuskan nafas terakhirnya di desa Abwa; maka Muammad s.a.w. didampingi oleh Ummu Aimān sampai ke kota Makkah.

Setelah sampai di Makkah, ‘Abd-ul-Muththalib mengasuh Muammad s.a.w. dengan penuh kasih sayang, sampai pada tahun ke-7 dari kelahirannya, ‘

Abd-ul-Muththalib diundang oleh salah satu Raja Yaman Saif ibn Dzī Yazīn al-imyarī untuk menyambut perluasan kekuasaannya ke Shana‘a, maka 

Raja tersebut sangat memuliakan kakeknya ‘Abd-ul-Muththalib serta memberitahunya serta para tamu undangannya dengan kenabian Muammad s.a.w. dan ‘Abd-ul-Muththalib sebagai ayahnya (kakeknya).

Kemudian pada tahun ke-8 dari kelahirannya, wafat kakek tercinta ‘Abd-ul-Muththalib dan itu membuat dirinya sangat sedih,

dan ‘Abd-ul-Muththalib telah berwasiat kepada anaknya Abū Thālib agar mengasuh Muammad s.a.w. sepeninggalannya.

Abū Thālib pun mengasuhnya dengan penuh kasih sayang melebihi sayangnya terhadap anak-anaknya sendiri dan menyaksikan betapa mulia dan agung akhlak yang dimilikinya.

Diriwayatkan oleh Imām as-Suyūthī rhm. dari Ibnu ‘Abbār.a.: “Bahwa Abū Thālib mendekatkan kepada anak-anaknya wadah makanan, seketika itu juga anak-anaknya duduk dan berebut 

sedangkan Muammad s.a.w. menahan diri dan tidak berebut bersama mereka, maka ketika Abū Thālib melihat kejadian itu Abū Thālib pun memisahkan makanan untuk Muammad s.a.w.

Wallaahua’lam .
Subhanakalloohuma wa bihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .

MASA MUDA NABI MUHAMMAD SAW KE 4



Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

NABI MUHAMMAD SAW  DIBELAH  DADANYA .

alīmah pun bercerita:
“Ketika aku bersama Muammad s.a.w. tidaklah dari rumah yang kami masuki melainkan tercium dari padanya aroma wangi misk dan aku sangat mencintainya, serta banyak orang yang meyakini barakahnya, ketika ada seseorang dari kami yang sakit salah satu anggota tubuhnya, maka kami meletakkan tangannya di atas tempat yang diderita, seketika itu juga Allah s.w.t. akan menyembuhkannya.”

Ketika Muammad s.a.w. berusia lima tahun, dia berlari-lari lepas bersama saudaranya ‘Abdullāh, anak kandung alīmah, menggembala domba-domba mereka agak jauh dari rumah.

Di siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian putih.

Mereka membawa Muammad s.a.w. yang sedang sendirian ke tempat yang agak jauh dari penggembala. ‘Abdullāh pada waktu itu sedang pulang, mengambil bekal untuk dimakan bersama-sama Muammad s.a.w. di tempat menggembala karena mereka lupa membawa bekal.

Ketika ‘Abdullāh kembali, Muammad s.a.w. sudah tidak ada.

Seketika itu juga ia menangis dan berteriak-teriak meminta tolong sambil berlari ke rumahnya. alīmah dan suaminya pun segera keluar dari rumahnya.

Dengan tergopoh-gopoh mereka mencari Muammad s.a.w. kesana-kemari.

Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang duduk termenung seorang diri dipinggir dusun tersebut.
alīmah langsung bertanya kepada Muammad s.a.w. berikut:

“Mengapa engkau berada di sini seorang diri?”

Muammad s.a.w. pun bercerita:

Mula-mula ada dua orang lelaki berpakaian serba putih datang mendekatiku, salah seorang berkata kepada kawannya: “Inilah anaknya.”
Kawannya menyahut: “Ya, inilah dia!”.
Sesudah itu mereka membawaku ke sini.
Di sini aku dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan kuat.
Dadaku dibedahnya dengan pisau.
Setelah itu, mereka mengambil suatu benda dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang.
Aku tidak tahu apakah benda itu dan ke mana mereka membuangnya.
Setelah selesai, mereka pergi dengan segera.
Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri.

Setelah kejadian itu, timbul kecemasan pada diri alīmah dan suaminya, jikalau terjadi sesuatu terhadap Muammad s.a.w. 

Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada ibundanya Sayyidah Āminah rha. di Makkah.

Wallaahua’lam .
Subhanakalloohuma wa bihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .