Kamis, 31 Oktober 2019

MASA MUDA NABI MUHAMMAD SAW KE 5



Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirrahmaanirrahiim.  Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad .

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin  .
Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzoolimiin.

Ya ayyuhal adziina aamanut taqullooha , haqqo tuqootihi wa antum muslimuun
Amma ba’du ;

PERTUMBUHAN  NABI  MUHAMMAD SAW  DARI TAHUN KE TAHUN .

Lima tahun, masa yang telah memberikan kenangan indah dan kekal di dalam jiwanya.

Demikian Ibu alīmah rha. beserta keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu.

Penduduk dusun itu (Bani Sa‘ad) pernah mengalami masa paceklik yang hebat sesudah perkawinan Nabi Muammad s.a.w. dan Khadījah rha.

Bilamana alīmah mengunjungi Nabi Muammad s.a.w. maka beliau membentangkan pakaiannya yang paling berharga agar menjadi tempat duduk ibunya sebagai tanda penghormatan dan sepulangnya ia dibekali dengan unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing.

Dan ketika Syaima putri ibu alīmah, berada di bawah tawanan perang unain, kemudian dibawa kepada Nabi Muammad s.a.w., 

beliau segera mengenalinya dan memberikan penghormatan kepadanya serta mengembalikannya kepada keluarganya sesuai dengan permintaan wanita itu.

Pada tahun ke-6 setelah lahirnya Baginda Nabi Muammad s.a.w.,

      Ibu Āminah mengajak Muammad s.a.w. pergi mengunjungi keluarga kakeknya ‘Abd-ul-Muththalib, yaitu Bani ‘Addī ibn Najjār selama satu bulan dan Muammad s.a.w. pun mahir berenang di telaga mereka.

Dalam perjalanan pulang Ibu Āminah pun menghembuskan nafas terakhirnya di desa Abwa; maka Muammad s.a.w. didampingi oleh Ummu Aimān sampai ke kota Makkah.

Setelah sampai di Makkah, ‘Abd-ul-Muththalib mengasuh Muammad s.a.w. dengan penuh kasih sayang, sampai pada tahun ke-7 dari kelahirannya, ‘

Abd-ul-Muththalib diundang oleh salah satu Raja Yaman Saif ibn Dzī Yazīn al-imyarī untuk menyambut perluasan kekuasaannya ke Shana‘a, maka 

Raja tersebut sangat memuliakan kakeknya ‘Abd-ul-Muththalib serta memberitahunya serta para tamu undangannya dengan kenabian Muammad s.a.w. dan ‘Abd-ul-Muththalib sebagai ayahnya (kakeknya).

Kemudian pada tahun ke-8 dari kelahirannya, wafat kakek tercinta ‘Abd-ul-Muththalib dan itu membuat dirinya sangat sedih,

dan ‘Abd-ul-Muththalib telah berwasiat kepada anaknya Abū Thālib agar mengasuh Muammad s.a.w. sepeninggalannya.

Abū Thālib pun mengasuhnya dengan penuh kasih sayang melebihi sayangnya terhadap anak-anaknya sendiri dan menyaksikan betapa mulia dan agung akhlak yang dimilikinya.

Diriwayatkan oleh Imām as-Suyūthī rhm. dari Ibnu ‘Abbār.a.: “Bahwa Abū Thālib mendekatkan kepada anak-anaknya wadah makanan, seketika itu juga anak-anaknya duduk dan berebut 

sedangkan Muammad s.a.w. menahan diri dan tidak berebut bersama mereka, maka ketika Abū Thālib melihat kejadian itu Abū Thālib pun memisahkan makanan untuk Muammad s.a.w.

Wallaahua’lam .
Subhanakalloohuma wa bihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar